Jumat, 08 Juni 2012

pertemuan 14 ( investasi dan penanaman modal )


Pertemuan 14
Investasi dan Penanaman Modal
1.     Investasi
Banyak factor yang mempengaruhi tingkat investasi dalam perekonomian suatu Negara, beberapa di antaranya adalah :
1.      Prospek perekonomian di masa yang akan datang
2.      Keuntungan yang dicapai perusahaan
3.      Perubahan dan perkembangan teknologi
4.      Kestabilan perekonomian Negara
5.      Tingkat suku bunga
Investasi sendiri didalam perekonomian memiliki peran yang sangat penting di dalam menentukan besar-kecilnya pendapatan nasional, yakni dengan proses angka pengganda investasinya. Dengan kata lain, perubahan sedikit saja dalam investasi, akan menyebabkan perubahan pendapatan nasional dengan presentase/jumlah yang jauh lebih besar.
2.     Penanaman Modal Dalam Negeri
Dari pelita ke pelita berikutnya, komposisi penanaman modal dalam negeri telah mengalami pergeseran prioritas. Jika pada pelita I dan II, industry kecil masih mendominasi, maka pada pelita – pelita berikutnya investasi dan penanaman modal ini mulai di arahkan pada usaha untuk :
1.      Memperkokoh struktur industry dalam negeri secara umum, dengan memprioritaskan industry yang mampu mengolah bahan baku, modal, serta penunjang.
2.      Prioritas juga di tujukan kepada industry agar mampu menciptakan mesin-mesin produksi sendiri.
3.      Di arahkan pada proses penyerapan tenaga kerja sebanyak-banyaknya.
4.      Dapat menyebar ke wilayah pulau jawa, agar pembangunan dapat lebih merata di seluruh wilayah Indonesia.

3.     Penanaman Modal Asing
Secara makro proses kemajuan ekonomi suatu Negara akan semakin lancer jika tingkat tabungan masyarakat mampu mengimbangi kebutuhan investasi yang akan di lakukan. Jika yang terjadi adalah tabungan masyarakat lebih sedikit, maka di perlukan peran sector swasta luar negeri/asing untuk menutup celah atau kekurangan tersebut.
Salah satu ukuran untuk menjelaskan hal ini, dapat di gunakan model pertumbuhan ekonomi yang di kemukakan oleh Harrod - Domar dengan mengatakan bahwa :


g = s /k atau s = g x k, dimana :
g = laju pertumbuhan pendapatan nasional
s = singkat hubungan masyarakat
k = tingkat pertumbuhan capital output rasio
jadi jika di ketahui keinginan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 8%, sedangkan capital output rasionya adalah 2, maka tingkat tabungan masyarakat yang di butuhkan agar tidak terjadi gap haruslah sebesar 16%. Sehingga jika tabungan masyarakat hanya senilai 10%, maka masih di butuhkan sumber modal dari luar negeri sebesar kekurangannya, yakni sebesar 6%.
Referensi :
Buku Perekonomian Indonesia Gunadarma

pertemuan 13 ( masalah pokok perekonomian Indonesia )


Pertemuan 13
Masalah Pokok Perekonomian Indonesia
1.     Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolan smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.
Pengangguran akan menyebabkan perekonomian berada kondisi di bawah kapasitas penuh, suatu kapasitas yang diharapkan. Pengangguran juga menyebabkan beban angkatan kerja yang benar – benar produktif menjadi semakin berat, disamping secara social pengangguran akan menimbulkan kecenderungan masalah – masalah social lainnya.
Cirri – cirri pengangguran di Indonesia antara lain :
1.     Jumlah penduduk yang tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan
2.     Perkembangan inovasi teknologi, informasi, menyebabkan kurangnya penyerapan SDM
3.     Persaingan di era globalisasi membutuhkan SDM yang berkualitas baik IQ maupun EQ
4.     Malasnya calon pekerja masuk lapangan kerja, karena memilih pekerjaan yang cocok sesuai minat dan besarnya gaji
5.     Gengsi yang tinggi terhadap pekerjaan yang ditawarkan
6.     Takut menghadapi resiko kerja atau usaha takut gagal

2.     Inflasi
Inflasi sering diartikan sebagai suatu kecendrungan naiknya harga – harga secara umum dalam waktu dan wilayah tertentu.
Inflasi di bagi dalam :
1.     Inflasi karrena naiknya permintaan
2.     Inflasi yang terjadi karena naiknya biaya produksi
3.     Inflasi yang berasal dari dalam negeri
4.     Inflasi yang berasal dari luar negeri

Referensi :
·        Buku gunadarma
http://organisasi.org/pengertian-pengangguran-dan-jenis-macam-pengangguran-friksional-struktural-musiman-siklikal

pertemuan 11 & 12 ( kebijaksanaan pemerintah )


Pertemuan 11 & 12
Kebijaksanaan Pemerintah
1.     Kebijaksanaan selama
a.     Periode 1966 – 1969
Kebijaksanaan perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969 ini adalah pembersihan proses-proses kebijakan orde lama yang tidak efisien dan efektif terutama dari faham-faham komunisme.
·         Titik berat pada periode 1966-1969:
1.      Penurunan tingkat inflasi
2.      Proses produksi yang tidak efektif dan efisien
3.      Penggunaan pendapatan yang lebih efektif dan efisien untuk menunjang proses pembangunan
·         Kebijakan perekonomian Indonesia selama periode 1966 – 1969
Rencana pembangunan nasional semesta berencana (PNSB) 1961-1969 ini disusun berlandasarkann “Manfesto Politik 1960” untuk meningkatkan kemakmuran rakyat dengan azas ekonomi terpimpin.
Faktor yang menghambat atau kelemahannya antara lain:
1)   Rencana ini tidak mengikuti kaidah-kaidah ekonomi yang lazim. Defisit anggaran yang terus meningkat yang mengakibatkan hyper inflasi.
2)   Kondisi ekonomi dan politik saat itu: dari dunia luar (Barat) Indonesia sudah terkucilkan karena sikapnya yang konfrontatif.
3)   Sementara di dalam negeri pemerintah selalu mendapat rongrongan dari golongan kekuatan politik “kontra-revolusi” (Muhammad Sadli, Kompas, 27 Juni 1966, Penyunting Redaksi Ekonomi Harian Kompas, 1982).
·         Beberapa kebijaksanaan ekonomi – keuangan:
1)   Dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 1/M/61 tanggal 6 Januari 1961: Bank Indonesia dilarang menerbitkan laporan keuangan/ statistik keuangan, termasuk analisis dan perkembangan perekonomian Indonesia.
2)   Pada tanggal 28 Maret 1963 Presiden Soekarno memproklamirkan berlakunya Deklarasi Ekonomi dan pada tanggal 22 Mei 1963 pemerintah menetapkan berbagai peraturan negara di bidang perdagangan dan kepegawaian.
3)   Pokok perhatian diberikan pada aspek perbankan, namun nampaknya perhatian ini diberikan dalam rangka penguasaan wewenang mengelola moneter di tangan penguasa. Hal ini nampak dengan adanya dualisme dalam mengelola moneter. (Suroso, 1994).
b.      Periode Pelita I   (1 April 1969 – 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru.
·         Tujuan Pelita I
Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
·         Sasaran Pelita I
Pangan, sandang,  perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
·         Titik Berat Pelita I
Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Menurut peraturan pemerintah no.16 tahun 1970 kebijakan pemerintah tentang perekonomian membicarakan tentang penyempurnaan tata niaga ekspor dan impor. Peraturan pemerintah pada bulan agustus 1971 membahas tentang devaluasi rupiah terhadap dollar amerika dengan memfokuskan pada beberapa sasaran, yakni kestabilan harga pokok, peningkatan nilai ekspor, kelancaran impor, penyebaran barang di dalam negeri.
Rencana pembangunan lima tahun yang pertama ini menitikberatkan pada sektor pertanian serta industri yang (langsung)  mendukung sektor pertanian (misalnya pabrik pupuk dan alat alat pertanian).
c.      Periode Pelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
Menitikberatkan pada sektor pertanian, dengan meningkatkan industri yang mengelola bahan mentah menjadi bahan baku (misal: karet, minyak, kayu, timah). Sasaran yang hendak di capai pada masa ini adalah pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, mensejahterakan rakyat, dan memperluas lapangan kerja. Fokus pembangunan ini di fokuskan pada pengkreditan untuk mendorong eksportir kecil dan menengah serta mendorong pengusaha kecil atau ekonomi menengah dengan kredit investasi kecil (KIK).
Adapun kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam pelita II ini adalah dengan melakukan penghapusan pajak ekspor untuk mempertahankan daya saing di pasar dunia. Penggalakan PMA dan PMDN untuk mendorong investasi dalam negeri, yang menghasilakn cadangan devisa naik dari $ 1,8 milyar menjadi $ 2,58 milyar dan naiknya tabungan pemerintah dari Rp 255 milyar menjadi Rp 1.522 milyar pada periode pelita II tersebut. Sedangkan kebijakan moneter yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan hasil produksi nasional dan daya saing komoditi ekspor karena tingkat rata-rat inflasi 34%, resesi dan krisis dunia tahun 1979, serta penurunan bea masuk impor komoditi bahan dan peningkatan bea masuk komoditi impor lainnya.
Namun dengan adanya pelita II berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi rata-rata penduduk 7% setahun. Perbaikan dalam hal irigasi. Di bidang industri juga terjadi kenaikna produksi. Lalu banyak jalan dan jembatan yang di rehabilitasi dan di bangun.
d.     Periode Pelita III (1 April 1979 – 31 Maret 1984)
Pelita III lebih menekankan pada Trilogi Pembangunan yang bertujuan terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala bidang. Pelita III ini menitikberatkan pada sektor pertanian menuju swasembada pangan, serta menignkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Pedoman pembangunan nasionalnya adalah Trilogi Pembangunan dan Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Isi Trilogi Pembagunan adalah sebagai berikut:
1.      Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
2.      Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
3.      Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.
e.       Periode Pelita IV  (1 April 1984 – 31 Maret 1989)
Menitikberatkan pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha menuju swasembada pangan, serta meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun  industri ringan. Hasil yang dicapai pada Pelita IV antara lain swasembada pangan. Pada tahun 1984 Indonesia berhasil memproduksi beras sebanyak 25,8 ton. Hasil-nya Indonesia berhasil swasembada beras. kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO(Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada tahun 1985. hal ini merupakan prestasi besar bagi Indonesia. Selain swasembada pangan, pada Pelita IV juga dilakukan Program KB dan Rumah untuk keluarga.
Adapun contoh dari kebijakan yang dilakukan pemerintah dalam pelita IV ini adalah sebagai berikut:
    1. Kebijakan Inpres No. 5 tahun 1985, yakni meningkatkan ekspor non migas dan pengurangan biaya tinggi dengan :
a)      Pemberantasan pungli
b)      Mempermudah prosedur kepabeanan
c)      Menghapus dan memberantas biaya siluman
    1. Paket Kebijakan 6 Mei (PAKEM): mendorong sektor swasta dibidang ekspor dan penanaman modal.
3.      Paket Devaluasi 1986 : karena jatuhnya harga minyak dunia yang didukung dengan kebijakan pinjaman luar negeri.
    1. Paket Kebijakan 25 Oktober 1986 : deregulasi bidang perdagangan, moneter, dan penanaman modal dengan cara :
a)      Penurunan bea masuk impor untuk komoditi bahan penolong dan bahan baku
b)      Proteksi produksi yang lebih efisien
c)      Kebijakan penanaman modal
    1. Paket Kebijakan 15 Januari 1987, yakni peningkatan efisiensi, inovasi, dan produktivitas beberapa sektor industri (menengah ke atas) guna meningkatkan ekspor non migas, adapun langkah-langkahnya:
1.      Penyempurnaan dan penyederhanaan ketentuan impor
2.      Pembebasan dan keringanan bea masuk
3.      Penyempurnaan klasifikasi barang
4.      Paket Kebijakan 24 Desember 1987 (PAKDES) adalah restrukturisasi bidang ekonomi dalam rangka memperlancar perijinan (deregulasi).
5.      Paket 27 Oktober 1988 : kebijakan deregulasi untuk menggairahkan pasar modal dan menghimpun dana masyarakat untuk biaya pembangunan.
6.      Paket Kebijakan 21 November 1988 (PAKNOV) yakni deregulasi dan debirokratisasi bidang perdagangan dan hubungan laut.
7.      Paket Kebijakan 20 Desember 1988 (PAKDES), yakni kebijakan dibidang keuangan dengan memberikan keleluasaan bagi pasar modal dan perangkatnya untuk melakukan aktivitas yang lebih produktif, juga berisi mengenai deregulasi dalam hal pendirian perusahaan asuransi
f.       Periode Pelita V
Menitikberatkan sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya; dan sektor industri khususnya industri yang menghasilkan barang ekspor, industri yang banyak menyerap tenaga kerja, industri pengolahan hasil pertanian, serta industri yang dapat mengahsilkan mesin mesin industri.
Pelita V adalah akhir dari pola pembangunan jangka panjang tahap pertama. Lalu dilanjutkan pembangunan jangka panjang ke dua, yaitu dengan mengadakan Pelita VI yang di harapkan akan mulai memasuki proses tinggal landas Indonesia untuk memacu pembangunan dengan kekuatan sendiri demi menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
2.     Kebijakan Moneter
Sekumpulan tindakan pemerintah di dalam mengatur perekonomian melalui tingkat bunga.
a) Kebijakan Moneter Kuantitatif
Mengatur  tingkat bunga melalui operasi pasar terbuka melaui SBI, merubah tingkat bunga diskonto, merubah presentase cadangan minimal yang harus dipenuhi oleh setiap bank umum
b) Kebijakan Moneter Kualitatif
Mengatur dan menghimbau pihak bank umum /lembaga keuangan lainnya baik manajemen maupun produk yang ditawarkan untukmendukung kebijakan moneter kuanitatif bank Indonesia
3.     Kebijakan Fiskal
Tindakan pemerintah dalam mengatur ekonomi melalui anggaran belanja negara.
·         Macam-macam kebijakan fiskal dalam ekonomi adalah:
1.      Pajak langsung dan pajak tidak langsung
2.      Pajak regresif, sebanding dan progresif
3.      Penerimaan pemerintah, pengendali tingkat pengeluaran masyarakat
4.      Untuk lebih memeratakan distribusi pendapatan dan kekayaan masyarakat.
4.     Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal di sektor luar negeri
1. Kebijakan Menekan Pengeluaran
Dilakukan dengan cara mengurangi pengeluaran konsumsi.
Cara :
a. Menaikkan pajak pendapatan
b. Menaikkan tingkat bunga
c. Mengurangi pengeluaran pemerintah
2. Kebijakan Memindahkan Pengeluaran
Cara :
1.    Memaksa
a)      Mengenakan tarif dan atau kuota
b)      Mengawasi pemakaian valuta asing
2.    Rangsangan
a)      Ekspor : mengurangi pajak komoditi ekspor, menyederhanakan prosedur ekspor, memberantas pungli dan biaya siluman
b)      Menstabilkan harga dan upah di dalam negeri
c)      Melakukan devaluasi

referensi :

pertemuan 10 ( peran sektor luar negeri pada perekonomian Indonesia )


Pertemuan 10
Peran sector Luar Negeri Pada perekonomian Indonesia
1.      Perdagangan antar Negara
Perdagangan luar negeri merupakan salah satu sumber kekayaan Negara, sehingga jika suatu Negara ingin mencapai kemakmuran, maka mutlak Negara tersebut harus melakukan perdagangan dengan Negara lainnya.
Beberapa alasan mengapa suatu Negara memerlukan Negara lain dalam kehidupan ekonominya adalah :
1.      Tidak semua kebutuhan masyarakatnya dapat dipenuhi oleh komoditi yang dihasilkan di dalam negeri, sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut, harus dilakukan impor dari Negara yang memproduksinya.
2.      Karena terbatasnya konsumen, tidak semua hasil produksi dapat dipasarkan di dalam negeri, sehingga perlu dicari pasar di luar negeri.
3.      Sebagian sarana untuk melakukan proses alih teknologi.
4.      Perdagangan antar Negara sebagai salah satu cara membina persahabatan dan kepentingan – kepentingan politik lainnya.
5.      Secara ekonomis dan matematis perdagangan antar Negara dapat mendatangkan tambahan keuntungan dan efesiensi dari dilakukannya tindakan spesialisasi produksi dari Negara – Negara yang memiliki keuntungan mutlak dan/atau keuntungan berbanding.
2.      Hambatan Perdagangan Antar Negara
a.       Hambatan tarif
Tarif adalah suatu nilai tertentu yang dibebankan kepada suatu komoditi luar negeri tertentu yang akan memasuki suatu negara ( komoditi ekspor ). Penetapan tarif ada dua jenis, yakni :
1.      Tarif Ad-volarem, yaitu tarif yang besar kecilnya ditetapkan berdasarkan presentase tertentu dari nilai komoditi yang diimpor.
2.      Tarif Spesifik, yakni tariff yang besar kecilnya didasarkan pada nilai yang tetap untuk setiap jumlah komoditi impor tertentu.
b.      Hambatan Quota
Quota termasuk jenis hambatan perdagangan luar negeri yang lazim dan sering diterapkan oleh suatu Negara untuk membatasi masukkan komoditi impor ke negaranya. Quota itu sendiri dapat diartikan sebagai tindakan pemerintah suatu Negara dengan menentukan batas maksimal suatu komoditi impor yang boleh masuk ke Negara tersebut.
c.       Hambatan Dumping
Dumping dapat diartikan sebagai suatu tindakan dalam menetapkan harga yang lebih murah di luar negeri dibandingkan harga di dalam negeri untuk produk yang sama.
d.      Hambatan Embargo/Sanksi Ekonomi
Tindakan yang dianggap melanggar hak asasi manusia, melanggar wilayah kekuasaan suatu Negara, akan menerima/dikenakan sanksi ekonomi oleh Negara lain ( PBB ).
3.      Neraca Pembayaran Luar Negeri Indonesia
Neraca pembayaran luar negeri Indonesia dapat di kelmpokkan ke dalam berikut ini :
a.       Neraca Perdagangan, yang merupakan kelompok transaksi – transaksi yang berkaitan dengan kegiatan ekspor dan impor barang, baik migas maupun non-migas.
b.      Neraca Jasa, merupakan kelompok transaksi –transaksi yang berkaitan dengan ekspor impor di bidang jasa.
c.       Neraca Berjalan, merupakan hasil penggabungan antara neraca perdagangan dan neraca jasa.
d.      Neraca Lalu-Lintas Modal, merupakan kelompok pos – pos yang berkaitan dengan lalu-lintas modal pemerintah bersih ( selisih antara pinjaman dan pelunasan hutang pokok ) dan lalu-lintas modal swasta bersih, berikut lalu-lintas modal bersih lainnya yang merupakan selisih penerimaan penanaman modal asing dengan pembayaran BUMN.
e.       Selisih yang belum diperhitungkan
f.       Neraca Lalu-Lintas Moneter, yang merupakan kelompok pos – pos yang berkaitan dengan perubahan cadangan devisa.
4.      Peran Kurs Valuta Asing
Dalam pembayaran antar negara ada suatu kekhususan yang tidak terdapat dalam lalu-lintas pembayaran luar negeri. Sebab semua negara mempunyai mata uang atau valutanya sendiri, yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di dalam batas-batas daerah kekuasaan itu sendiri, tetapi belum tentu mau diterima luar negeri. Jadi pembayaran antar negara harus menyangkut lebih dari satu macam mata uang, yang harus dipertukarkan satu sama lain dengan harga atau kurs tertentu. Hal inilah yang membuat perdagangan dan pembayaran internasional menjadi perkara yang rumit, maka dari itu dibuatlah alat pembayaran yang bisa digunakan oleh banyak negara (antarnegara) atau disebut dengan alat pembayaran internasional, yakni valuta asing.
Kurs valuta asing sering diartikan sebagai banyaknya nilai mata uang suatu negara (rupiah misalnya) yang harus dikeluarkan/ dikorbankan untuk mendapatkan satu unit nilai uang asing (dollar misalnya). Sehingga dengan kata lain, jika kita gunakan contoh rupiah dan dollar, maka kurs valuta asing adalah nilai tukar yang menggambarkan banyaknya rupiah yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan satu unit dollar dalam kurun waktu tertentu. Kurs valuta asing adalah harga valuta asing, dinyatakan dalam valuta sendiri. Misalnya US $ 1.00 = Rp. 10.000,-
Penentuan Kurs Valuta Asing
Pada dasarnya ada tiga sistem atau cara untuk menentukan tinggi-rendahnya kurs atau nilai tukar valuta asing:
1.        Kurs tetap, karena dikaitkan dengan emas sebagai standard atau patokannya.
2.        Kurs bebas, yang dibentuk oleh permintaan dan penawaran valuta asing di pasaran bebas, lepas dari kaitan dengan emas. Dalam hal ini kurs bisa naik – turun dengan bebas. Dewasa ini orang bicara tentang kurs mengambang (floating rates)
3.        Kurs dibuat stabil berdasarkan perjanjian internasional yaitu ditetapkan oleh pemerintah/bank sentral dalam perbandingan tertentu dengan dollar atau emas sebagai patokan.
Akibat kurs yang tidak sesuai
Apabila mata uang suatu negara dinilai terlalu tinggi dibandingkan dengan valuta lain (Kurs resmi lebih tinggi daripada perbandingan daya beli yang sesungguhnya atau disebut over valued), akibatnya ekspornya akan macet dan impornya didorong terlalu besar, sehingga keseimbangan neraca pembayaran terancam.
Hal yang sebaliknya terjadi apabila mata uang dinilai terlalu rendah atau under valued: apabila kurs resmi terlalu rendah dibandingkan dengan daya belinya yang sesungguhnya, maka ekspor akan bertambah besar, tetapi impor akan macet.
Dari pembahasan di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa peran valuta asing terhadap perekonomian di indonesia adalah sangat penting. Karena valuta asing merupakan alat pembayaran antar negara. Barang dan jasa yang diimpor itu harus dibayar. Untuk pembayaran itu diperlukan valuta asing atau devisa (Foreign exchange), yaitu valuta (mata uang) yang mau diterima oleh dunia internasional. Devisa itu kita peroleh dari hasil ekspor (devisa umum) atau kredit bank luar negeri (devisa kredit).
DAFTAR  REFERENSI
·         Gilasro, T. Drs. (1991). Pengantar ilmu ekonomi bagian makro. Yogyakatra: Kanisius
·         Gunadarma. Modul perekonomian indonesia bab 6 peran sektor luar negeri pada perekonomian indonesia. Retrieved from http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab6-peran_sektor_luar_negeri_pada_perekonomian_indonesia.pdf diunduh pada tanggal 12 Maret 2012.
·         Gunadarma. Modul perekonomian indonesia bab 7 kebijaksanaan pemerintah. Retrieved fromhttp://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/perekonomian_indonesia/bab7-kebijaksanaan_pemerintah.pdf. diunduh pada tanggal 15 Maret  2012.
·         Gunadarma. Buku perekonomian Indonesia. Depok : Aris Budi Setyawan