Review
Peran
dan Fungsi Koperasi Sebagai Badan Usaha Menyongsong Era Otonomi Daerah
Oleh
Fatchurrochim
Ghany
1.
Pendahuluan
a. Abstraksi
Dalam Undang – Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang
perkoperasian disebutkan bahwa anggota koperasi adalah pemilik ( owner ) dan
sekaligus pengguna jasa atau pelanggan ( customer ) serta anggota koperasi
adalah orang sebagai individu yang merupakan subyek hukum dan subyek ekonomi.
Dalam pembangunan peran dan fungsi perkoperasian harus tetap didasarkan pada
peningkatan kualitas pelayanan melalui pengembangan kerjasama antara pemerintah
daerah,lembaga perkoperasian, badan usaha swasta, dan perguruan tinggi.
Pengembangan perkoperasian diharapkan tumbuh atas prakarsa masyarakat dan
dilaksanakan secara mandiri dalam tatanan sistem ekonomi nasional, sedangkan
posisi pemerintah cenderung lebih berifat sebagai fasilitator, stimulator, dan
regulator.
b. Pendahuluan
Pada dasarnya dalam pembangunan ekonomi nasional
koperasi diperankan dan difungsikan sebagai pilar utama dalam system
perekonomian nasional sesuai dengan penjelasan pasal 33 Undang – Undang Dasar
1945 yang menempatkan kedudukan koperasi (1) sebagai soko guru perekonomian
nasional, dan (2) sebagai bagian integral tata perekonomian nasional.
Ditinjau dari sisi badan usaha atau pelaku bisnis
terdapat 3 kelompok pelaku bisnis dalam sistem perekonomian nasional, yaitu :
1. Badan
Usaha Milik Negara (BUMN)
2. Badan
Usaha Milik Swasta (BUMS), dan
3. Badan
Usaha Koperasi (BUK)
Ketiga usaha tersebut dalam istilah sehari – hari
sering disebut sebagai Pelaku Ekonomi.
Berarti dari ketiga pelaku ekonomi tersebut, peran koperasi dalam segala
kehidupan perekonomian nasional diharapkan dominan atau menjadi pilar utama,
dalam hal pembentukan Produk Domestik Bruto ( PDB ), penyerapan tenaga kerja,
pemerataan ekonomi maupun pertumbuhan ekonomi. Dengan kedudukan koperiasi
seperti itu, maka peranan koperasi dalam mengembangkan potensi ekonomi rakyat
dan dalam mewujudkan kehidupan demokrasi
ekonomi terutama dalam rangka otonomi daerah menjadi sangat strategis.
c. Teori
Menurut pandangan Mohammad Hatta (1987) dalam
bukunya “ Membangun Koperasi dan Koperasi Membangun “, ide yang tertanam dalam
Pasal 33 Undang – Undang Dasar 1945 mempunyai sejarah yang panjang, yaitu
membangun ekonomi rakyat yang lemah. Sehingga operasi dijadikan sebagai sokoguru perekonomian nasional, karena
:
1. Koperasi
mendidik sikap self – helping;
2. Koperasi
mempunyai sifat kemasyarakatan, dimana kepentingan masyarakat harus lebih
diutamakan daripada kepentingan diri atau golongan sendiri;
3. Koperasi
digali dan dikembangkan dari budaya asli bangsa Indonesia; dan
4. Koperasi
menentang segala paham yang berbau individualisme dan kapitalisme.
Disisi lain, rmusan kedudukan, peranan, dan hubungan
antara pelaku ekonomi dalam system perekonomian nasional dapat dinyatakan
sebagai berikut :
1. BUMN,
Koperasi, dan Swasta hendaknya ditempatkan pada posisi dan kedudukan yang
setara.
2. BUMN,
Koperasi, dan Swasta hendaknya melakukan peranan masing – masing dengan
memanfaatkan keunggulan komparatif yang dimilikinya.
Dalam
pengembangan peran dan fungsinya menyongsong otonomi daerah hendaknya koperasi
sebagai badan usaha menerapkan 4 ( empat ) system yang saling berinteraksi
dalam mencapai tujuan yang ingin dicapainya ( Arifin Sitio dan Halomoan Tamba,
2001 ), yaitu :
1. Sistem
keuangan / ekonomi ( economic /
financial system )
2. Sistem
teknik ( technical system )
3. Sistem
oganisasi dan personalia ( human / organizational system )
4. Sistem
informasi ( information system )
Badan
usaha koperasi yang merupakan wadah kesatuan tindakan ekonomi dalam rangka
empertinggi efisiensi dan efektivitas diarahkan guna pencapaian tujuan ekonomi
individu anggotanya, sehingga selain harus memiliki 4 ( empat ) yang dimaksud
diatas juga harus memasukkan sistem keanggotaan ( membership system ) sebagai
system yang kelima.
Sejalan
dengan pendapat Ropke ( 1987 ) dan Burhan Arif ( 1990 ), Yuyun Wirasasmita (
1991 ) berpendapat, bahwa anggota koperasi seharusnya mendapat manfaat khusus
dari koperasi, karena sebagai pelanggan yang sekaligus sebagai pemilik anggota
akan mendapat promosi khusus. Kelayakan studi koperasi didasarka kepada dapat
menciptakannya manfaat khusus tersebut bagi anggota. Manfaat yang diperoleh
dari koperasi harus senantiasa lebih besar dari manfaat yang dapat diperoleh
dari perusahaan non koperasi. Keadaan demikian
menunjukan koperasi telah lulus dari “ cooperative test “. Hal ini
berarti pula bahwa koperasi telah lulus dari “ market test “, yakni koperasi
dapat menghasilkan manfaat – manfaat yang setidak – tidaknya sama dengan yang
dihasilkan oleh perusahaan non koperasi. Disamping itu, koperasi juga harus
memenuhi “ participation test “, yakni manfaat itu harus dapat direalisasikan
kepada anggotanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar